Senin, 21 November 2011

penerimaan dan pemberian pinjaman


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Sejak awal 1980an masalah makro ekonomi negara-negara yang belum maju telah menjadi masalah terberat yang paling mengancam stsbilitas dan masa depan perekonomian internasional. Selama empat dekade seusai perang dunia kedua, perdagangan antar kelompok negara maju dengan kelompok negara yang belum maju /berkembang dan pinjaman kelompok kedua dari kelompok pertama telah meningkat tajam. Meningkatnya keterkaitan antara kedua kelompok ini selanjutnya membuat kesehatan ekonomi keduanya saling tergantung satu sama lain. Oleh karena itu peristiwa-peristiwa yang dialami negara berkembang menjadi sangat berpengaruh terhadap  tingkat kemakmuran dan kebijakan-kebijakan negara maju. Struktur dasar negara berkembang cukup berbeda dari negara-negara industri yang lebih kaya sehingga perlu diadakan pembedaan.
Di Indonesia yang termasuk dalam negara berkembang, peranan dari adanya pinjaman dari luar negeri adalah sangat penting. Adanya pinjaman dari luar negeri ini akan membantu pemerintah Indonesia dalam membiayai keperluan negara sehingga perekonomian dapat berjalan dengan lancar.
B.  Rumusan Masalah
1.     Apa pengertian penerimaan dan pinjaman luar negeri?
2.    Apa saja bentuk-bentuk pinjaman luar negeri?
3.    Apa saja prinsip dasar penerimaan pinjaman luar negeri?
4.    Bagaimana penarikan pinjaman dan hutang di negara-negara berkembang?
5.    Apa sebab-sebab terjadinya krisis hutang negara berkembang?
6.    Bagaimana proses tercapainya krisis?
7.    Bagaimana tinjauan atas kemacetan pembayaran hutang negara?
8.    Apa saja hambatan-hambatan pengurangan hutang?

C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1.    Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Internasional kelas C1 pendidikan ekonomi, FKIP UNS.
2.    Untuk mengetahui pengertian penerimaan dan pinjaman luar negeri
3.    Untuk mengetahui saja bentuk-bentuk pinjaman luar negeri
4.    Untuk mengetahui prinsip dasar penerimaan pinjaman luar negeri
5.    Untuk mengetahui penarikan pinjaman dan hutang di negara-negara berkembang
6.    Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya krisis hutang negara berkembang
7.    Untuk mengetahui proses tercapainya krisis
8.    Untuk mengetahui tinjauan atas kemacetan pembayaran hutang negara
9.    Untuk mengetahui hambatan-hambatan pengurangan hutang



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Penerimaan Dan Pinjaman Luar Negeri


Pinjaman luar negeri Indonesia dibedakan dalam 2 kelompok besar, yaitu pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah (public debt) dan pinjaman luar negeri yang diterima swasta (private debt). Dilihat dari sumber dananya, pinjaman luar negeri dibedakan ke dalam pinjaman multilateral, pinjaman bilateral dan pinjaman dindikasi. Sedangkan dilihat dari segi persyaratan pinjaman, dibedakan dalam pinjaman lunak (concessional loan), pinjaman setengah lunak (semi concenssional loan) dan pinjaman komersial (commercial loan).
Selain pinjaman luar negeri, terdapat juga penerimaan dalam bentuk hibah. Menurut Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dengan Ketua BAPPENAS No.185/KMK.03/1995 dan No. KEP.031/KET/5/1995 tanggal 5 Mei 1995 yang telah dirubah dengan SKB No. 459/KMK.03/1999 dan No.KEP.264/KET/09/1999 tanggal 29 September 1999 tentang Tatacara Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan dan Pemantauan
Pinjaman/Hibah Luar Negeri dalam Pelaksanaan APBN, pengertian Pinjaman Luar Negeri, adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Sedangkan Hibah Luar Negeri, adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa temasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.
Pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah, dimaksudkan sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan, disamping sumber pembiayaan yang berasal dari dalam negeri berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan tabungan baik tabungan masyarakat dan sektor swasta.

B.  Bentuk-Bentuk Pinjaman Luar Negeri
Bentuk pijaman luar negeri dapat dilihat dari sumber dan persyaratannya,n yaitu :
1.    Dilihat dari sumber dananya, pinjaman luar negeri dapat dibedakan dalam:
a.    Pinjaman Multilateral, yaitu pinjaman yang berasal dari badan-badan internasional, misalnya World Bank, Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB).
b.    Pinjaman Bilateral, yaitu pinjaman yang berasal dari negara-negara baik yang tergabung dalam CGI maupun antar negara secara langsung (intergovernment).
c.    Pinjaman Sindikasi, yaitu pinjaman yang diperoleh dari beberapa ban dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) internasional. Pemberian pinjaman tersebut dikoordinir oleh satu bank/LKBB yang bertindak sebagai sindication leader.
2.    Dilihat dari segi persyaratannya, pinjaman luar negeri dapat dibedakan menjadi:
a.      Pinjaman Lunak (Concessional Loan), yaitu pinjaman luar negeri Pinjaman lunak biasanya diperoleh dari negara-negara yang tergabung dalam kerangka CGI maupun non CGI. Pengertian concessioanl loan biasanya juga diartikan sebagai pinjaman yang diperoleh dari Offcial Development Assitance (ODA) baik yang bersifat bilateral maupun multilateral.
b.      Pinjaman setengah lunak (semi concessional loan), yaitu pinjaman yang penggunaannya hampir sama dengan penggunaan pinjaman lunak, namun persyaratannya lebih berat dari pinjaman lunak tetapi lebih ringan daripada pinjaman komersial.

C.   Prinsip Dasar Penerimaan Pinjaman Luar Negeri
Dalam menerima pinjaman atau hibah dari luar negeri, pemerintah menetapkan kebijakan yang ditetapkan sejalan dengan kebijakan umum dan dijadikan prinsip dasar dan pertimbangan dalam menerima setiap pinjaman luar negeri. Prinsip dasar itu adalah:
1.    Pinjaman yang diterima harus berjangka panjang dengan syarat-syarat yang ringan, yaitu syarat yang masih dapat dipenuhi secara normal dan wajar.
2.    Pinjaman yang diterima tidak disertai dengan suatu ikatan politik apapun dan dilandasi azas yang saling menguntungkan secara wajar.
3.    Jumlah dan syarat pinjaman disesuaikan dengan batas kemampuan untuk membayar kembali dan tidak menimbulkan beban yang terlalu memberatkan terhadap neraca pembayaran.
4.    Penggunaan dan penarikan dana pinjaman tidak terlalu ketat dan lebih disukai jenis pinjaman yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
5.    Sumber dana pinjaman harus jelas dan pihak kreditor dikenal mempunyai reputasi yang baik.
6.    Perlu adanya penganekaragaman (diversifikasi) sumber dan bentuk pinjaman, sehingga dapat meningkatkan borrowing capacity Indonesia.
7.    Penggunaan pinjaman diarahkan pada pembiayaan proyek-proyek yang memberi manfaat langsung bagi pengembangan industri dalam negeri serta mendorong perluasan lapangan kerja.
8.    Penggunaan pinjaman tidak dibatasi untuk impor barang/jasa dari negara pemberi pinjaman saja, tetapi hendaknya bebas digunakan untuk kepentingan impor dari negara lain.

D.  Penarikan Pinjaman Dan Hutang Negara-Negara Berkembang
Aspek dari negara  yang perlu diketahui untuk memahami berbagai masalah makroekonomi setiap adalah tingginya ketergantungan mereka pada arus masuk modal dari luar negeri guna membiayai investasi domestik.

1.    Tinjauan Ekonomi Pinjaman Negara Berkembang
Sebagian besar negara berkembang menarik pinjaman yang begitu besar dari pihak luar negeri. Tabungan nasional di negara-negara berkembang, seperti telah kita ketahui, umumnya sangat rendah karena mereka memang miskin modal, sedangkan peluang investasi produktif begitu melimpah. Untuk memanfaatkan peluang-peluang investasi inilah, negara-negara berkembang menarik pinjaman secara besar-besaran dari luar negeri yang berarti mereka menjalankan neraca transaksi berjalan yang defisit. Pinjaman untuk mengimpor barang-barang modal (mesin-mesin dan instalasi produksi lainnya) diharapkan dapat dilunasi dengan keuntungan yang dihasilkan dari investasi itu kelak, baik pinjaman pokok maupun bunganya.
Transaksi pinjam meminjam dana ini, di atas kertas, menguntungkan kedua belah pihak yaitu pemberi dan penerima pinjaman. Penerima pinjaman untung karena ia lantas bisa memperoleh dana yang dibutuhkan untuk mengolah peluang investasi. Sedangkan pemberi pinjaman untung karena memperoleh hasil yang lebih banyak atas dana mereka.
Meskipun demikian, dalam kenyataannya banyak pinjaman negara berkembang yang tidak bisa dibenarkan. Sebagian dari mereka menggunakan pinjaman untuk investasi yang secara ekonomis tidak menguntungkan, atau bahkan untuk mengimpor barang konsumsi yang jelas tidak menghasilkan laba untuk dipergunakan nantinya sebagai pembayaran kembali atas pinjaman tersebut. Selain itu, rendahnya tingkat tabungan nasional di beberapa negara ternyata diakibatkan oleh penerapan kebijakan yang keliru sehingga semakin tergantung pada pinjaman luar negeri.
Laba potensial dalam pemberian kredit internasional takkan jadi terwujud jika pemberian pinjaman atau kredit tidak yakin akan kembalinya uang mereka. Akan kita lihat di bawah ini bahwa erosi kepercayaan untuk memberi pinjaman baru atau tambahan turut mengakibatkan terjadinya krisis hutang internasional.
2.    Bentuk-bentuk alternatif arus masuk permodalan
Ada empat bentuk yang pokok mengenai arus masuk permodalan, yaitu:

1.    Penerbitan obligasi
Negara-negara berkembang terkadang menerbitkan surat obligasi berbunga ke pihak swasta di luar negeri guna menutup defisit. Instrument yang pelaksanaannya disebut bonds finance ini banyak digunakan pada banyak digunakan pada periode sebelum 1914, dan periode selang antara perang dunia (1918-1039). Tapi sejak berakhirnya perang dunia ke-2, instrument atau bentuk pinjaman ini tidak banyak digunakan.
2.    Kredit bank
Bentuk kredit bank disebut juga pinjaman bank atau bank loan. Bentuk ini mulai dimufakatkan oleh negara berkembang sejak 1970an awal, dan mulai saat ini negara berkembang makin banyak meminta pinjaman secara langsung dari bank-bank komersial di Negara-negara maju. Pada 1070 seperempat total pinjaman negara berkembang berasal dari pinjaman bank-bank komersial.
3.    Investasi luar negeri langsung
Yang bertindak sebagai kreditor disini adalah perusahaan-perusahaan swasta asing yang hendak melebarkan sayapnya ke negara berkembang. Contohnya adalah didirikannya pabrik elektronik di Meksiko yang nerupakan sebuah kredit dari Amerika Serikat. Pada contoh di Negara Meksiko, dana yang di investasikan akan masuk ke dalam neraca pembayaran Meksiko sebagai arus masuk modal, sedangkan bagi neraca pembayaran Amerika Serikat, ini merupakan arus modal keluar.
Investasi secara langsung ini adalah sumber keuangan eksternal yang sangat penting bagi negara-negara berkembang sejak pasca Perang Dunia ke-2. Tetapi dewasa ini investasi telah merosot. Pada tahun 1982 investasi ke negara berkembang mencapai $20 miliar, namun pada tahun 1987 investasi hanya sebesar $13 miliar.
4.    Pinjaman resmi
Negara berkembang juga sering meminjam dari lembaga-lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia, juga dari pemerintah negara maju. Pinjaman ini diberikan atas dasar konsensional (suku bunga dibawah rata-rata di pasar). Arus pinjaman resmi ke negara berkembang merosot paling tajam dibandingkan bentuk arus masuk permodalan lainnya.
Keempat bentuk tersebut bias diklasifikasikan kembali menjadi dua katagori, yakni instrument hutang dan instrument modal. Obligasi, pinjama bank dan pinjaman resmi adalah bentuk-bentuk instrumen hutang. Si penerima harus membayar jumlah pokok maupun bunganya apapun kondisi ekonominya. Sedangkan investasi langsung adalah bentuk instrument modal, imbalan yang diberikan tidak dalam jumlah yang pasti, melainkan tergntung pada kondisi ekonomi si penerima. Bagi negara berkembang, instrument yang paling baik adalah insterumen modal, karena dengan instrument ini maka dapat dianalisis seberapa jauh negara tersebut mampu membayar kembali pinjamannya, mengingat begitu banyak ancaman berbagai gangguan ekonomi.
3.    Pemerintah Dan Pinjaman Yang Dijaminnya
Sebagian besar pinjaman negara berkembang merupakan pinjaman pemerintah dan perusahaan negara atau pinjaman yang dijamin pembayarannya oleh pemerintah. Sehubungan dengan adanya pengawasan devisa dan belum majunya pasar keuangan domestik, pemerintah negara berkembang hampir selalu terlibat dalam urusan pinjam meminjam dengan pihak luar negeri. Dengan demikian, tanggung jawab terakhir atas pembayaran kembali segenap pinjaman itu berada di pundak negara atau pemerintah. Akibatnya, kesulitan pembayaran pinjaman luar negeri akan langsung menimbulkan kesulitan dalam anggaran pemerintah dan seluruh pinjaman eksternalnya secara serentak.

E.  Sebab-Sebab Terjadinya Krisis Hutang Negara Berkembang
Tahun 1981-1983 perekonomian dunia mengalmi resesi terparah sejak 1930an. Sama halnya dengan depresi besar, resesi ini menyulitkan negara-negara berkembang dalam membayar hutang kembali pinjaman luar negerinya. Resesi tersebut mengakibatkan kredit macet di seluruh dunia sehingga menumbuhkan hutang atas negara-negara barkembang.
Pada tahun 1981, suku bunga dolar mencapai titk tertinggi dalam sejarah, sehingga melipatgandakan beban pembayaran kembali pinjaman negara berkembang. Pada waktu bersamaan harga ekspor komoditi srta term of trade mereka anjlok. Pada tahun 1985, suku bunga dolar mulai turn, tapi pengaruh positifnya terhapus oleh semakin merosotya harga ekspor komoditi mereka.
Penyebab negara-negara berkembang mengalami krisis hutang adalah lonjakan tajam suku bunga yang diperkuat dengan gejolak nilai dolar. Karena sebagian besar hutang negara berkembang terhitung dalam dolar, maka apresiasi dolar langsung meningkatkan niali riil atas hutang tersebut (negara-negara berkembang harus menyediakan daan domestik lebih banyak untuk membayar pinjaman dolar yang nilai nominalnya tetap).
Reaksi negara-negara berkembang atas perkembangan suku bunga dan nilai dolar atas hutang mereka yang tak menguntungkan itu merupakan picu ledak atas pecahnya krisis hutang internasional.

F.   Proses Tercapainya Krisis
Pada 1979 Federal Reserve malakukan kebijakan moneter super ketat untuk memerangi inflasi yang sempat membuat perekonomian Amerika terjerembab ke dalam resesi pada tahun 1981. Tapi meskipun resesi itu belum pecah, pergeseran drastis atas kebijakan moneter Amerika itu telah memukul tingkat pendapatan negara-negara berkembang.
Pukulan itu memunculkan dua sumber pokok, yaitu suku bunga Amerika dan kurs dolar. Perubahan moneter itu diikuti oleh lonjakan tajam suku bunga dan kurs dolar di pasar valuta asing. Libor yang menjadi dasar penetapan kredit untuk negara berkembang ikut melonjak tajam pada 1979. Ini berarti kredit semakin mahal, karena negara berkembang terikat dengan kontrak kredit berbunga mengambang. Suku bunga di negara-negara bekembang pun ikut meroket.
Dampak suku bunga itu diperkuat dengan gejolak nilai dolar. Karena sebagian hutang negara berkembang dalam bentuk dolar, maka apresiasi dolar langsung meningkatkan nilai riil atas hutang tersebut.
Reaksi Negara berkembang atas kenaikan suku bunga dan nilai dolar atas hutang ereka yang memicu ledakan atas pecahnya krisis hutang internasional. Kenaikan hutang mereka tidak hanya disebabkan oleh naiknya harga minyak, namun juga karena naikknya nilai riil pembayaran yang harus mereka laksanakan. Merek mengira bahwa kondisi ini hanya sementara, namun pada kenyataannya suku bunga tidak mereda ke tingkat sebelum1979.
Ketika perekonomia dunia jatuh ke dalam resesi pada tahun 1981, negara berkembang dihadapkan pada beban hutang eksternal yang luar biasa berat. Suku bunga Amerika memuncak, dan ini mencerminkan pada besarnya pembayaran atas pinjaman lama maupun pinjaman baru.
Saat itu, banyak hutang jangka pendek telah jatuh tempo, mereka dihadapkan pada pilihan harus membayar lunas semua pinjaman atau meminjam lagi untuk memcicilnya pada suku bunga yang tertinggi dalam sejarah. Oleh karena itu, cadangan petrodollar yang sebelumnya dapat dimanfaatkan untuk melayani penarikan pinjaman oleh negara-negara berkembang telah lenyap. Setelah itu, suku bunga di negara industri turun, sehungga bank-bank komersi sudah bias memetik keuntungan dengan memberikan kredit kepada debitur domestik. Hal ini mengakibatkan makin sulitnya negara berkembang memperoleh kredit perbankan negara maju untuk menutup defift transaksi bejalan seperti waktu sebelumnya

G. Tinjauan Atas Kemacetan Pembayaran Hutang Negara
Pengelolaan krisis hutang merupakan suatu proses yang sangat rumit yang melibatkan pihak pemerintah negara pemberi maupun penerima hutang, IMF, Bank Dunia, dan bank-bank raksasa. Guna memahami kebijakan apa yang harus diberlakukan untuk mengatasi krisis hutang negara-negara berkembang itu, terlebih dahulu kita harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong pemerintah suatu negara berkembang memutuskan untuk tidak membayar hutang luar negerinya. Sebagian besar hutang yang diterima oleh negara berkembang atau dijamin oleh pemerintah negara kreditor, sehingga keputusan untuk membayar atau tidaknya hutang itu pasti melibatkan pihak pemerintah debitur, bukan hanya pihak penghutang secara individual.
Keputusan pemerintah untuk mengangguhkan atau membatalkan kewajiban hutang eksternalnya itu disebut sovereign default (kegagalan berdaulat). Disebut demikian karena kegagalan pihak pemerintah dalam membayar itu sepenuhnya bersifat mutlak (berdaulat), dan tidak bisa dituntut secara hukum seperti halnya pada kasus perseorangan. Meskipun pemerintah tidak bisa sembarangan menyatakan diri seperti itu, karena sovereign default juga menuntut biaya tersendiri.

H.  Hambatan-Hambatan Pengurangan Hutang
Seandainya lembaga resmi atau pemerintah negara maju bersedia mensubsidi pengurangan hutang lewat pasar, mereka akan memiliki insentif untuk mempertahankan piutangnya sampai negara berkembang menaikan harga dipasar sekunder. Ada yang menganggap kenaikan harga itu mencerminkan membaiknya prospek ekonomi negara-negara penghutang.
Adanya insentif menjadikan mekanisme pasar sebagai wahana yang efektif bagi pengurangan hutang yang menguntungkan negara-negara debitur. Seperti telah disebutkan, ada beberapa negara yang enggan menggiatkan investasi  dan menerapkan reformasi ekonomi, karena hal itu hanya akan memperbesar nilai hutang luar negeri mereka. Dalam kondisi seperti ini, pihak perbankan tak punya pilihan yang lebih baik selain meniadakan saja sebagian hutang luar negeri mereka. Tapi ini masih dihambat oleh kenyataan bahwa setiap bank saling menunggu bank lain untuk memulai melakukan penghapusan hutang itu, agar ia sendiri masih memiliki cukup banyak surat promes pada saat harganya naik sehingga ia bisa memetik keuntungan yang besar. Hanya dengan keterlibatan pemerintah negara maju secara langsung, seperti perundingan hutang, maka penghapusan hutang itu bisa dilaksanakan.

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Pinjaman Luar negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
Bentuk pijaman luar negeri dapat dilihat dari sumber dan persyaratannya, yaitu : dilihat dari sumber dananya, pinjaman luar negeri dapat dibedakan dalam: Pinjaman Multilateral, Pinjaman Bilateral, Pinjaman Sindikasi. Dilihat dari segi persyaratannya, pinjaman luar negeri dapat dibedakan menjadi: Pinjaman Lunak (Concessional Loan), Pinjaman setengah lunak (semi concessional loan),
Negara-negara berkembang yang terlalu miskin modal untuk mengolah segenap investasi yang tersedia, mereka harus berhutang dari negara lain. Sebaliknya, negara yang kaya modal telah mengolah seluruh peluang investasi produktif yang tersedia, sedangkan tingkat tabungan nasionalnya begitu besar. Oleh sebab itu, wajar jika para penabung di negara maju lebih tertarik untuk menanamkan uang pada investasi di negara berkembang yang menyajikan keuntungan lebih banyak.
Transaksi pinjam meminjam dana ini, di atas kertas, menguntungkan kedua belah pihak yaitu pemberi dan penerima pinjaman. Penerima pinjaman untung karena ia lantas bisa memperoleh dana yang dibutuhkan untuk mengolah peluang investasi. Sedangkan pemberi pinjaman untung karena memperoleh hasil yang lebih banyak atas dana mereka.
Bentuk pinjaman itu ada 4 macam, yaitu : penerbitan obligasi, kredit perbankan, pinjaman resmi, dan investasi asing langsung. Investasi langsung merupakan instrument modal, sedangkan bentuk-bentuk lainnya disebut instrument hutang. Instrument hutang mengharuskan penerimaannya membayar kembali sesuai dengan kondisi ekonomi yang memungkinkannya.
Pinjaman luar negeri pemerintahan yang mampu meningkatkan konsumsi dan tidak mampu meningkatkan investasi pemerintah. Kesulitan pembayaran pinjaman luar negeri akan langsung menimbulkan kesulitan dalam anggaran pemerintah dan seluruh pinjaman eksternalnya secara serentak

B.  Saran
Dalam melakukan pinjaman, pemerintah haruslah memikirkan segala konsekuensi yang ada dan juga mempertimbangkan kesanggupannya dalam melunasi hutang-hutangnya tersebut.
Setelah melakukan peminjaman, pemerintah harus menggunakannya sebaik mungkin supaya dapat mendatangkan laba yang akan bermanfaat bagi negaranya, bukan malah mendatangkan kerugian seperti kesulitan dalam pembayaran bunga pinjaman,

DAFTAR ISI

Paul Krugman dan Maurice Obstfelt.1999.Ekonomi Internasional:Teori dan Kebijakan.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada