BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak awal 1980an masalah makro
ekonomi negara-negara yang belum maju telah menjadi masalah terberat yang
paling mengancam stsbilitas dan masa depan perekonomian internasional. Selama
empat dekade seusai perang dunia kedua, perdagangan antar kelompok negara maju
dengan kelompok negara yang belum maju /berkembang dan pinjaman kelompok kedua
dari kelompok pertama telah meningkat tajam. Meningkatnya keterkaitan antara
kedua kelompok ini selanjutnya membuat kesehatan ekonomi keduanya saling
tergantung satu sama lain. Oleh karena itu peristiwa-peristiwa yang dialami
negara berkembang menjadi sangat berpengaruh terhadap tingkat kemakmuran dan kebijakan-kebijakan
negara maju. Struktur dasar negara berkembang cukup berbeda dari negara-negara
industri yang lebih kaya sehingga perlu diadakan pembedaan.
Di Indonesia
yang termasuk dalam negara berkembang, peranan dari adanya pinjaman dari luar
negeri adalah sangat penting. Adanya pinjaman dari luar negeri ini akan
membantu pemerintah Indonesia dalam membiayai keperluan negara sehingga
perekonomian dapat berjalan dengan lancar.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian penerimaan dan pinjaman luar
negeri?
2. Apa saja bentuk-bentuk
pinjaman luar negeri?
3. Apa
saja prinsip dasar penerimaan
pinjaman luar negeri?
4.
Bagaimana penarikan pinjaman dan hutang di
negara-negara berkembang?
5.
Apa sebab-sebab terjadinya krisis hutang
negara berkembang?
6. Bagaimana
proses tercapainya krisis?
7. Bagaimana
tinjauan atas kemacetan pembayaran hutang negara?
8.
Apa saja hambatan-hambatan pengurangan
hutang?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan
dari makalah ini adalah:
1.
Untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Ekonomi Internasional kelas C1 pendidikan ekonomi, FKIP UNS.
2.
Untuk mengetahui pengertian penerimaan
dan pinjaman luar negeri
3.
Untuk mengetahui saja bentuk-bentuk pinjaman
luar negeri
4.
Untuk mengetahui prinsip dasar penerimaan
pinjaman luar negeri
5.
Untuk mengetahui penarikan pinjaman dan
hutang di negara-negara berkembang
6.
Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya
krisis hutang negara berkembang
7.
Untuk mengetahui proses tercapainya
krisis
8.
Untuk mengetahui tinjauan atas kemacetan
pembayaran hutang negara
9.
Untuk mengetahui hambatan-hambatan
pengurangan hutang
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penerimaan Dan Pinjaman
Luar Negeri
Pinjaman luar negeri Indonesia dibedakan dalam 2
kelompok besar, yaitu pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah (public debt) dan pinjaman luar negeri
yang diterima swasta (private debt).
Dilihat dari sumber dananya, pinjaman luar negeri dibedakan ke dalam pinjaman
multilateral, pinjaman bilateral dan pinjaman dindikasi. Sedangkan dilihat dari
segi persyaratan pinjaman, dibedakan dalam pinjaman lunak (concessional loan), pinjaman setengah
lunak (semi concenssional loan)
dan pinjaman komersial (commercial
loan).
Selain pinjaman luar negeri, terdapat juga penerimaan
dalam bentuk hibah. Menurut Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri
Keuangan dengan Ketua BAPPENAS No.185/KMK.03/1995 dan No. KEP.031/KET/5/1995
tanggal 5 Mei 1995 yang telah dirubah dengan SKB No. 459/KMK.03/1999 dan
No.KEP.264/KET/09/1999 tanggal 29 September 1999 tentang Tatacara Perencanaan,
Pelaksanaan/Penatausahaan dan Pemantauan
Pinjaman/Hibah Luar Negeri dalam Pelaksanaan APBN,
pengertian Pinjaman Luar Negeri, adalah setiap penerimaan negara baik dalam
bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan
atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang
harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Sedangkan Hibah Luar Negeri,
adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang
dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa temasuk tenaga
ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak
perlu dibayar kembali.
Pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah,
dimaksudkan sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan, disamping sumber
pembiayaan yang berasal dari dalam negeri berupa hasil perdagangan luar negeri,
penerimaan pajak dan tabungan baik tabungan masyarakat dan sektor swasta.
B. Bentuk-Bentuk Pinjaman Luar Negeri
Bentuk pijaman luar negeri dapat dilihat dari sumber
dan persyaratannya,n yaitu :
1. Dilihat dari sumber dananya, pinjaman luar negeri
dapat dibedakan dalam:
a. Pinjaman Multilateral, yaitu pinjaman yang berasal
dari badan-badan internasional, misalnya World Bank, Asian Development Bank
(ADB), Islamic Development Bank (IDB).
b. Pinjaman Bilateral, yaitu pinjaman yang berasal dari
negara-negara baik yang tergabung dalam CGI maupun antar negara secara langsung
(intergovernment).
c. Pinjaman Sindikasi, yaitu pinjaman yang diperoleh dari
beberapa ban dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) internasional. Pemberian
pinjaman tersebut dikoordinir oleh satu bank/LKBB yang bertindak sebagai sindication
leader.
2. Dilihat dari segi persyaratannya, pinjaman luar negeri
dapat dibedakan menjadi:
a. Pinjaman Lunak (Concessional Loan),
yaitu pinjaman luar negeri Pinjaman lunak biasanya diperoleh dari negara-negara
yang tergabung dalam kerangka CGI maupun non CGI. Pengertian concessioanl loan
biasanya juga diartikan sebagai pinjaman yang diperoleh dari Offcial Development
Assitance (ODA) baik yang bersifat bilateral maupun multilateral.
b. Pinjaman setengah lunak (semi concessional loan),
yaitu pinjaman yang penggunaannya hampir sama dengan penggunaan pinjaman lunak,
namun persyaratannya lebih berat dari pinjaman lunak tetapi lebih ringan
daripada pinjaman komersial.
C. Prinsip Dasar Penerimaan Pinjaman Luar Negeri
Dalam menerima pinjaman atau hibah dari luar negeri, pemerintah
menetapkan kebijakan yang ditetapkan sejalan dengan kebijakan umum dan
dijadikan prinsip dasar dan pertimbangan dalam menerima setiap pinjaman luar
negeri. Prinsip dasar itu adalah:
1. Pinjaman yang diterima harus berjangka panjang dengan
syarat-syarat yang ringan, yaitu syarat yang masih dapat dipenuhi secara normal
dan wajar.
2. Pinjaman yang diterima tidak disertai dengan suatu
ikatan politik apapun dan dilandasi azas yang saling menguntungkan secara
wajar.
3. Jumlah dan syarat pinjaman disesuaikan dengan batas
kemampuan untuk membayar kembali dan tidak menimbulkan beban yang terlalu
memberatkan terhadap neraca pembayaran.
4. Penggunaan dan penarikan dana pinjaman tidak terlalu
ketat dan lebih disukai jenis pinjaman yang dapat digunakan untuk berbagai
keperluan.
5. Sumber dana pinjaman harus jelas dan pihak kreditor
dikenal mempunyai reputasi yang baik.
6. Perlu adanya penganekaragaman (diversifikasi) sumber
dan bentuk pinjaman, sehingga dapat meningkatkan borrowing capacity Indonesia.
7. Penggunaan pinjaman diarahkan pada pembiayaan proyek-proyek
yang memberi manfaat langsung bagi pengembangan industri dalam negeri serta
mendorong perluasan lapangan kerja.
8. Penggunaan pinjaman tidak dibatasi untuk impor
barang/jasa dari negara pemberi pinjaman saja, tetapi hendaknya bebas digunakan
untuk kepentingan impor dari negara lain.
D. Penarikan Pinjaman Dan Hutang
Negara-Negara Berkembang
Aspek dari negara
yang perlu diketahui untuk memahami berbagai masalah makroekonomi setiap
adalah tingginya ketergantungan mereka pada arus masuk modal dari luar negeri
guna membiayai investasi domestik.
1.
Tinjauan
Ekonomi Pinjaman Negara Berkembang
Sebagian besar negara berkembang
menarik pinjaman yang begitu besar dari pihak luar negeri. Tabungan nasional di
negara-negara berkembang, seperti telah kita ketahui, umumnya sangat rendah
karena mereka memang miskin modal, sedangkan peluang investasi produktif begitu
melimpah. Untuk memanfaatkan peluang-peluang investasi inilah, negara-negara
berkembang menarik pinjaman secara besar-besaran dari luar negeri yang berarti
mereka menjalankan neraca transaksi berjalan yang defisit. Pinjaman untuk
mengimpor barang-barang modal (mesin-mesin dan instalasi produksi lainnya)
diharapkan dapat dilunasi dengan keuntungan yang dihasilkan dari investasi itu
kelak, baik pinjaman pokok maupun bunganya.
Transaksi pinjam meminjam dana ini,
di atas kertas, menguntungkan kedua belah pihak yaitu pemberi dan penerima
pinjaman. Penerima pinjaman untung karena ia lantas bisa memperoleh dana yang
dibutuhkan untuk mengolah peluang investasi. Sedangkan pemberi pinjaman untung
karena memperoleh hasil yang lebih banyak atas dana mereka.
Meskipun demikian, dalam
kenyataannya banyak pinjaman negara berkembang yang tidak bisa dibenarkan.
Sebagian dari mereka menggunakan pinjaman untuk investasi yang secara ekonomis
tidak menguntungkan, atau bahkan untuk mengimpor barang konsumsi yang jelas
tidak menghasilkan laba untuk dipergunakan nantinya sebagai pembayaran kembali
atas pinjaman tersebut. Selain itu, rendahnya tingkat tabungan nasional di
beberapa negara ternyata diakibatkan oleh penerapan kebijakan yang keliru
sehingga semakin tergantung pada pinjaman luar negeri.
Laba potensial dalam pemberian
kredit internasional takkan jadi terwujud jika pemberian pinjaman atau kredit
tidak yakin akan kembalinya uang mereka. Akan kita lihat di bawah ini bahwa
erosi kepercayaan untuk memberi pinjaman baru atau tambahan turut mengakibatkan
terjadinya krisis hutang internasional.
2.
Bentuk-bentuk
alternatif arus masuk permodalan
Ada empat bentuk yang pokok mengenai arus masuk
permodalan, yaitu:
1.
Penerbitan obligasi
Negara-negara
berkembang terkadang menerbitkan surat obligasi berbunga ke pihak swasta di
luar negeri guna menutup defisit.
Instrument yang pelaksanaannya disebut bonds finance ini banyak digunakan pada
banyak digunakan pada periode sebelum 1914, dan periode selang antara perang
dunia (1918-1039). Tapi sejak berakhirnya perang dunia ke-2, instrument atau
bentuk pinjaman ini tidak banyak digunakan.
2.
Kredit bank
Bentuk
kredit bank disebut juga pinjaman bank atau bank loan. Bentuk ini mulai dimufakatkan oleh negara berkembang sejak
1970an awal, dan mulai saat ini negara
berkembang makin banyak meminta pinjaman
secara langsung dari bank-bank komersial di Negara-negara maju. Pada 1070
seperempat total pinjaman negara
berkembang berasal dari pinjaman bank-bank komersial.
3.
Investasi luar negeri
langsung
Yang
bertindak sebagai kreditor disini adalah perusahaan-perusahaan swasta asing
yang hendak melebarkan sayapnya ke negara
berkembang. Contohnya adalah didirikannya pabrik elektronik di Meksiko yang
nerupakan sebuah kredit dari Amerika Serikat. Pada contoh di Negara Meksiko,
dana yang di investasikan akan masuk ke dalam neraca pembayaran Meksiko sebagai
arus masuk modal, sedangkan bagi neraca pembayaran
Amerika Serikat, ini merupakan
arus modal keluar.
Investasi
secara langsung ini adalah
sumber keuangan eksternal yang sangat penting bagi negara-negara berkembang
sejak pasca Perang Dunia ke-2. Tetapi dewasa ini investasi telah merosot. Pada tahun 1982 investasi ke negara berkembang
mencapai $20 miliar, namun pada tahun 1987 investasi hanya sebesar $13 miliar.
4.
Pinjaman resmi
Negara
berkembang juga sering meminjam dari lembaga-lembaga internasional seperti IMF
dan Bank Dunia, juga dari pemerintah negara
maju. Pinjaman ini diberikan atas dasar konsensional (suku bunga dibawah
rata-rata di pasar). Arus pinjaman resmi ke negara
berkembang merosot paling tajam dibandingkan bentuk arus masuk permodalan
lainnya.
Keempat bentuk tersebut bias diklasifikasikan
kembali menjadi dua katagori, yakni instrument hutang dan instrument modal.
Obligasi, pinjama bank dan pinjaman resmi adalah bentuk-bentuk instrumen
hutang. Si penerima harus membayar jumlah pokok maupun bunganya apapun kondisi
ekonominya. Sedangkan investasi langsung adalah bentuk instrument modal,
imbalan yang diberikan tidak dalam jumlah yang pasti, melainkan tergntung pada
kondisi ekonomi si penerima. Bagi negara berkembang, instrument yang paling
baik adalah insterumen modal, karena dengan instrument ini maka dapat
dianalisis seberapa jauh negara tersebut mampu membayar kembali pinjamannya,
mengingat begitu banyak ancaman berbagai gangguan ekonomi.
3.
Pemerintah
Dan Pinjaman Yang Dijaminnya
Sebagian besar pinjaman negara berkembang merupakan
pinjaman pemerintah dan perusahaan negara atau pinjaman yang dijamin
pembayarannya oleh pemerintah. Sehubungan dengan adanya pengawasan devisa dan
belum majunya pasar keuangan domestik, pemerintah negara berkembang hampir
selalu terlibat dalam urusan pinjam meminjam dengan pihak luar negeri. Dengan
demikian, tanggung jawab terakhir atas pembayaran kembali segenap pinjaman itu
berada di pundak negara atau pemerintah. Akibatnya, kesulitan pembayaran
pinjaman luar negeri akan langsung menimbulkan kesulitan dalam anggaran
pemerintah dan seluruh pinjaman eksternalnya secara serentak.
E. Sebab-Sebab Terjadinya Krisis
Hutang Negara Berkembang
Tahun 1981-1983 perekonomian dunia mengalmi resesi
terparah sejak 1930an. Sama halnya dengan depresi besar, resesi ini menyulitkan
negara-negara berkembang dalam membayar hutang kembali pinjaman luar negerinya.
Resesi tersebut mengakibatkan kredit macet di seluruh dunia sehingga
menumbuhkan hutang atas negara-negara barkembang.
Pada tahun 1981, suku bunga dolar
mencapai titk tertinggi dalam sejarah, sehingga melipatgandakan beban
pembayaran kembali pinjaman negara berkembang. Pada waktu bersamaan harga
ekspor komoditi srta term of trade mereka anjlok. Pada tahun 1985, suku bunga
dolar mulai turn, tapi pengaruh positifnya terhapus oleh semakin merosotya
harga ekspor komoditi mereka.
Penyebab negara-negara berkembang mengalami krisis
hutang adalah lonjakan tajam suku bunga yang diperkuat dengan gejolak nilai
dolar. Karena sebagian besar hutang negara berkembang terhitung dalam dolar,
maka apresiasi dolar langsung meningkatkan niali riil atas hutang tersebut
(negara-negara berkembang harus menyediakan daan domestik lebih banyak untuk
membayar pinjaman dolar yang nilai nominalnya tetap).
Reaksi negara-negara berkembang atas perkembangan
suku bunga dan nilai dolar atas hutang mereka yang tak menguntungkan itu
merupakan picu ledak atas pecahnya krisis hutang internasional.
F.
Proses
Tercapainya Krisis
Pada 1979 Federal Reserve malakukan
kebijakan moneter super ketat untuk memerangi inflasi yang sempat membuat
perekonomian Amerika terjerembab ke dalam resesi pada tahun 1981. Tapi meskipun
resesi itu belum pecah, pergeseran drastis atas kebijakan moneter Amerika itu
telah memukul tingkat pendapatan negara-negara berkembang.
Pukulan itu memunculkan dua sumber
pokok, yaitu suku bunga Amerika dan kurs dolar. Perubahan moneter itu diikuti
oleh lonjakan tajam suku bunga dan kurs dolar di pasar valuta asing. Libor yang
menjadi dasar penetapan kredit untuk negara berkembang ikut melonjak tajam pada
1979. Ini berarti kredit semakin mahal, karena negara berkembang terikat dengan
kontrak kredit berbunga mengambang. Suku bunga di negara-negara bekembang pun
ikut meroket.
Dampak suku bunga itu diperkuat
dengan gejolak nilai dolar. Karena sebagian hutang negara berkembang dalam
bentuk dolar, maka apresiasi dolar langsung meningkatkan nilai riil atas hutang
tersebut.
Reaksi Negara berkembang atas
kenaikan suku bunga dan nilai dolar atas hutang ereka yang memicu ledakan atas
pecahnya krisis hutang internasional. Kenaikan hutang mereka tidak hanya disebabkan
oleh naiknya harga minyak, namun juga karena naikknya nilai riil pembayaran
yang harus mereka laksanakan. Merek mengira bahwa kondisi ini hanya sementara,
namun pada kenyataannya suku bunga tidak mereda ke tingkat sebelum1979.
Ketika perekonomia dunia jatuh ke
dalam resesi pada tahun 1981, negara berkembang dihadapkan pada beban hutang
eksternal yang luar biasa berat. Suku bunga Amerika memuncak, dan ini
mencerminkan pada besarnya pembayaran atas pinjaman lama maupun pinjaman baru.
Saat itu, banyak hutang jangka
pendek telah jatuh tempo, mereka dihadapkan pada pilihan harus membayar lunas
semua pinjaman atau meminjam lagi untuk memcicilnya pada suku bunga yang
tertinggi dalam sejarah. Oleh karena itu, cadangan petrodollar yang sebelumnya
dapat dimanfaatkan untuk melayani penarikan pinjaman oleh negara-negara
berkembang telah lenyap. Setelah itu, suku bunga di negara industri turun,
sehungga bank-bank komersi sudah bias memetik keuntungan dengan memberikan
kredit kepada debitur domestik. Hal ini mengakibatkan makin sulitnya negara
berkembang memperoleh kredit perbankan negara maju untuk menutup defift
transaksi bejalan seperti waktu sebelumnya
G. Tinjauan Atas Kemacetan Pembayaran
Hutang Negara
Pengelolaan krisis hutang merupakan suatu proses
yang sangat rumit yang melibatkan pihak pemerintah negara pemberi maupun
penerima hutang, IMF, Bank Dunia, dan bank-bank raksasa. Guna memahami
kebijakan apa yang harus diberlakukan untuk mengatasi krisis hutang
negara-negara berkembang itu, terlebih dahulu kita harus mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mendorong pemerintah suatu negara berkembang
memutuskan untuk tidak membayar hutang luar negerinya. Sebagian besar hutang
yang diterima oleh negara berkembang atau dijamin oleh pemerintah negara
kreditor, sehingga keputusan untuk membayar atau tidaknya hutang itu pasti
melibatkan pihak pemerintah debitur, bukan hanya pihak penghutang secara
individual.
Keputusan pemerintah untuk mengangguhkan atau
membatalkan kewajiban hutang eksternalnya itu disebut sovereign default (kegagalan
berdaulat). Disebut demikian karena kegagalan pihak pemerintah dalam membayar
itu sepenuhnya bersifat mutlak (berdaulat), dan tidak bisa dituntut secara
hukum seperti halnya pada kasus perseorangan. Meskipun pemerintah tidak bisa
sembarangan menyatakan diri seperti itu, karena sovereign default juga menuntut
biaya tersendiri.
H. Hambatan-Hambatan Pengurangan
Hutang
Seandainya lembaga resmi atau pemerintah
negara maju bersedia mensubsidi pengurangan hutang lewat pasar, mereka akan
memiliki insentif untuk mempertahankan piutangnya sampai negara berkembang menaikan
harga dipasar sekunder. Ada yang menganggap kenaikan harga itu mencerminkan
membaiknya prospek ekonomi negara-negara penghutang.
Adanya insentif menjadikan mekanisme
pasar sebagai wahana yang efektif bagi pengurangan hutang yang menguntungkan
negara-negara debitur. Seperti telah disebutkan, ada beberapa negara yang
enggan menggiatkan investasi dan
menerapkan reformasi ekonomi, karena hal itu hanya akan memperbesar nilai
hutang luar negeri mereka. Dalam kondisi seperti ini, pihak perbankan tak punya
pilihan yang lebih baik selain meniadakan saja sebagian hutang luar negeri
mereka. Tapi ini masih dihambat oleh kenyataan bahwa setiap bank saling
menunggu bank lain untuk memulai melakukan penghapusan hutang itu, agar ia
sendiri masih memiliki cukup banyak surat promes pada saat harganya naik
sehingga ia bisa memetik keuntungan yang besar. Hanya dengan keterlibatan
pemerintah negara maju secara langsung, seperti perundingan hutang, maka
penghapusan hutang itu bisa dilaksanakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pinjaman Luar negeri adalah
setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang
dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa yang
diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan
persyaratan tertentu.
Bentuk pijaman luar negeri dapat dilihat dari sumber
dan persyaratannya, yaitu : dilihat dari sumber dananya, pinjaman luar negeri
dapat dibedakan dalam: Pinjaman Multilateral, Pinjaman Bilateral, Pinjaman
Sindikasi. Dilihat dari segi persyaratannya, pinjaman luar negeri dapat
dibedakan menjadi: Pinjaman Lunak (Concessional Loan), Pinjaman
setengah lunak (semi concessional loan),
Negara-negara berkembang yang terlalu miskin modal
untuk mengolah segenap investasi yang tersedia, mereka harus berhutang dari
negara lain. Sebaliknya, negara yang kaya modal telah mengolah seluruh peluang
investasi produktif yang tersedia, sedangkan tingkat tabungan nasionalnya
begitu besar. Oleh sebab itu, wajar jika para penabung di negara maju lebih
tertarik untuk menanamkan uang pada investasi di negara berkembang yang
menyajikan keuntungan lebih banyak.
Transaksi pinjam meminjam dana ini, di atas kertas,
menguntungkan kedua belah pihak yaitu pemberi dan penerima pinjaman. Penerima
pinjaman untung karena ia lantas bisa memperoleh dana yang dibutuhkan untuk
mengolah peluang investasi. Sedangkan pemberi pinjaman untung karena memperoleh
hasil yang lebih banyak atas dana mereka.
Bentuk pinjaman itu ada
4 macam, yaitu : penerbitan obligasi, kredit perbankan, pinjaman resmi, dan
investasi asing langsung. Investasi langsung merupakan instrument modal,
sedangkan bentuk-bentuk lainnya disebut instrument hutang. Instrument hutang
mengharuskan penerimaannya membayar kembali sesuai dengan kondisi ekonomi yang
memungkinkannya.
Pinjaman luar negeri pemerintahan yang mampu
meningkatkan konsumsi dan tidak mampu meningkatkan investasi pemerintah.
Kesulitan pembayaran pinjaman luar negeri akan langsung menimbulkan kesulitan
dalam anggaran pemerintah dan seluruh pinjaman eksternalnya secara serentak
B. Saran
Dalam melakukan pinjaman, pemerintah haruslah
memikirkan segala konsekuensi yang ada dan juga mempertimbangkan kesanggupannya
dalam melunasi hutang-hutangnya tersebut.
Setelah melakukan peminjaman, pemerintah harus
menggunakannya sebaik mungkin supaya dapat mendatangkan laba yang akan
bermanfaat bagi negaranya, bukan malah mendatangkan kerugian seperti kesulitan
dalam pembayaran bunga pinjaman,
DAFTAR
ISI
http://feeds.feedburner.com/All-Things-Just-4U.2011Pengertian
dan istilah-istilah dalam Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara Diunduh
tanggal 15 November 2011 pukul 21.49
Paul Krugman dan Maurice Obstfelt.1999.Ekonomi Internasional:Teori dan Kebijakan.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada